DHI Sumut – Penanganan perkara pungutan liar (pungli) di lingkungan Bawaslu Kota Gunungsitoli kembali menuai kritik tajam, kali ini datang dari Hadirat ST Gea, mantan Pimpinan DPRD Kota Gunungsitoli. Menurutnya, Kejaksaan Negeri Gunungsitoli pada masa kepemimpinan Parada Situmorang, S.H., M.H., telah berlaku tidak adil dalam penetapan Desman Jaya Zebua, sebagai tersangka dan terdakwa dalam perkara tersebut.
Menurut Hadirat ST Gea, bahwa bukti di dalam surat dakwaan JPU justru mengungkap frekuensi penyebutan nama saksi Nur Alia Lase, S.Pd., M.Pd., yang sangat dominan. “Nama Nur Alia Lase, S.Pd., M.Pd., disebut sebanyak 14 kali dalam dakwaan primair dan 12 kali dalam dakwaan subsidair. Secara yuridis, frekuensi penyebutan tersebut menegaskan adanya leading role atau peran sentral dalam memberikan instruksi serta petunjuk pelaksanaan pungutan liar,” tegas Hadirat.
Ia juga menilai posisi hukum Desman Jaya Zebua merupakan overmacht atau perbuatan karena tekanan jabatan struktural yang lebih tinggi, sehingga tidak ditemukan adanya mens rea (niat jahat) dalam diri Desman. “Kesalahan terdakwa hanya karena tidak melakukan whistleblowing ataupun internal complaint terhadap praktik yang sudah terjadi. Bukan karena kehendak pribadi untuk memperkaya diri,” tegasnya menambahkan.
Oleh karena itu, ia mendesak agar Kepala Kejaksaan Negeri Gunungsitoli yang baru segera mengambil sikap tegas. “Saya sangat-sangat tegas meminta Kajari Gunungsitoli yang baru agar segera menetapkan Anggota Bawaslu Kota Gunungsitoli Nur Alia Lase, S.Pd., M.Pd., sebagai tersangka dan/atau terdakwa. “Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Ini soal legal fairness dan integritas lembaga penegak hukum,” ujarnya lantang.
Tak hanya itu, ia menilai penanganan perkara ini sangat amburadul. Hadirat ST Gea menyebut eks Kejari Gunungsitoli telah melakukan “produksi hukum”, menciptakan konstruksi pasal-pasal dakwaan tertentu hanya untuk menjerat Desman Jaya Zebua, tetapi mengaburkan atau menutup mata terhadap pihak lain yang secara nyata mengendalikan atau menikmati hasil pungli. Ia juga mendesak agar seluruh staf sekretariat Bawaslu yang terlibat menerima dan menyerahkan dana pungli turut diproses hukum. “Mereka mengetahui tindak pidana itu, membiarkan, bahkan menikmati uang hasil korupsi tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hadirat juga meminta Jaksa Agung RI ST. Burhanudin memberikan sanksi seberat-beratnya kepada mantan Kajari Gunungsitoli Parada Situmorang, S.H., M.H., yang kini menjabat sebagai Asisten Pemulihan Aset Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung. “Ini penting untuk deterrent effect dan pembenahan tata kelola penanganan perkara di internal Kejaksaan,” ucapnya.
Di akhir keterangannya, Hadirat ST Gea juga menghimbau para anggota Pokja fiktif dari unsur Pemerintah Kota Gunungsitoli, Polri, TNI serta Panwaslu Kecamatan untuk mengembalikan seluruh honorarium fiktif melalui Kejaksaan Negeri Gunungsitoli sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kerugian negara.
“Penegakan hukum harus kembali ke jalur yang benar. Kajari baru harus mampu menunjukkan sinyal kuat pemulihan kepercayaan publik,” tutup Hadirat ST Gea.
@p-sanjaya
