DHI Gunungsitoli — Dugaan utang belanja di sebuah toko yang berlokasi di sekitar Balai Pertemuan Desa Miga diduga telah berlangsung selama kurang lebih tiga tahun. Berdasarkan penelusuran dari sejumlah warga yang memahami persoalan tersebut, sisa tagihan saat ini diperkirakan mencapai sekitar 4,5 juta rupiah lagi dan hingga kini belum terlihat adanya upaya penyelesaian, meskipun penagihan disebut telah dilakukan berulang kali. Informasi ini diperoleh dari warga sekitar yang mengetahui proses penagihan dan meminta identitas mereka dirahasiakan.
Pemerintah Desa Miga menegaskan bahwa utang pembelian sejumlah barang konsumsi yang diduga terjadi pada masa kepemimpinan Pj Kepala Desa sebelumnya, YH, tidak dapat dibebankan kepada Anggaran Dana Desa (ADD/DD).
Pj Kepala Desa Miga saat ini, Wajdin Telaumbanua, saat ditemui di tempat kerjanya menyampaikan bahwa ia pernah mendengar informasi terkait dugaan utang tersebut. Namun menurut keterangannya, pemilik toko tidak pernah secara langsung melakukan penagihan kepadanya. Penagihan, menurut Wajdin, justru diarahkan kepada oknum perangkat desa.
Wajdin juga mengungkapkan bahwa dirinya pernah mengonfirmasi langsung hal tersebut kepada pemilik toko. Dalam kesempatan tersebut, pemilik toko menyampaikan bahwa “tidak ada persoalan”.
Kondisi ini justru menimbulkan kecurigaan di internal Pemerintah Desa. Wajdin mengakui bahwa perangkat desa sempat menyampaikan kepadanya adanya pembicaraan mengenai dugaan utang kepada toko tersebut.
Ia menegaskan hanya akan melakukan pembayaran apabila dapat dibuktikan bahwa tagihan tersebut merupakan utang resmi Pemerintah Desa Miga, bukan utang pribadi pihak tertentu, serta bukan berasal dari belanja yang tidak sesuai dengan standar belanja pemerintah desa.
“Yang ditagihkan itu rokok, minuman kaleng, air kemasan, dan jajanan. Itu bukan belanja resmi desa dan tidak pernah tercatat dalam APBDes,” tegas Wajdin.
“Pembayaran hanya dapat dilakukan apabila ada dasar hukum dan administrasi yang sah. Jika bukan utang desa, maka tidak dapat dibebankan pada anggaran desa. Silakan ditagih kepada pihak yang bersangkutan,” lanjutnya.
Ia menambahkan, apabila pembayaran tetap dipaksakan menggunakan uang negara, maka hal itu justru membuka ruang terjadinya pelanggaran hukum. Pemerintah Desa Miga, menurutnya, memilih sikap tegas bahwa utang tersebut bukan menjadi tanggung jawab keuangan negara.
Sementara itu, Pj Kepala Desa Miga sebelumnya, YH, juga membantah secara tegas adanya utang tersebut. Ia menyatakan bahwa selama masa kepemimpinannya, Pemerintah Desa Miga tidak pernah memiliki utang kepada toko dimaksud.
Ia menjelaskan bahwa dalam setiap kegiatan desa, belanja konsumsi dilakukan melalui usaha rumah makan, sedangkan belanja kebutuhan administrasi dan perkantoran dilakukan melalui usaha fotokopi atau percetakan yang sesuai dengan bidang usahanya.
Ia mempertanyakan asal-usul dugaan utang tersebut karena dinilai tidak sejalan dengan mekanisme pengelolaan keuangan desa yang diterapkannya.
Persoalan ini memicu spekulasi di tengah masyarakat. Publik mulai mempertanyakan asal-usul transaksi tersebut, termasuk kemungkinan adanya bukti elektronik, seperti rekaman CCTV, yang dapat mengungkap siapa yang melakukan pengambilan barang dan atas nama siapa transaksi tersebut dilakukan.
Perbedaan keterangan yang tajam antar pihak memicu reaksi dari warga. Mereka mendesak Inspektorat Kota Gunungsitoli serta aparat penegak hukum untuk melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan keuangan Desa Miga pada masa jabatan YH. Warga menilai, hanya melalui audit independen persoalan ini dapat dijelaskan secara objektif.
@p_sanjaya
